
online (judol) agar tidak diblokir yang telah berlangsung di instansi tersebut sejak 2022.
“Saya sudah mencurigai terkait proses bisnis penjagaan judi-judi ini semenjak saya masuk sebagai CPNS di tahun 2020,” kata Fakhri saat diperiksa sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (2/7/2025).
Saat itu, Fakhri bekerja di Kementerian Kominfo sebagai verifikator yang bertugas melakukan patroli siber dengan target memperoleh 100 situs judol setiap hari.
Dari temuannya, Fakhri memasukkan daftar situs judol tersebut ke dalam database. Namun, hingga dua bulan berlalu, sejumlah situs tersebut tak kunjung diblokir.
“Jadi pada saat itu saya sudah mulai, ‘Kok, kita disuruh kejar target segala macam, per harinya 100, per bulan harus ada 3.000, tapi kok masih belum diproses’,” ungkap dia.
Namun, kecurigaan itu tidak langsung Fakhri ungkapkan. Ia memilih memendamnya.
Pada medio 2022, ia dipercaya menjadi verifikator lead oleh Taruli yang saat itu menjabat sebagai Ketua Tim Pengendalian Konten Internet Ilegal.
Saat menjadi verifikator lead, Fakhri baru memahami alur kerja sepenuhnya. Dari temuan situs bermuatan negatif oleh verifikator, kemudian dikumpulkan oleh verifikator lead, hingga dilaporkan ke ketua tim untuk proses pemblokiran.
“Jadi pada saat itu ternyata yang saya ketahui di pertengahan 2022, per harinya itu yang diblokir hanya 150 website, dari hasil ribuan website yang ditemukan oleh verifikator,” urai dia.
“Jadi pada saat itu saya berpikir, ‘oh berarti memang sistemnya sangat lemah sekali’. Makanya kenapa hasil temuan satu bulan, dua bulan saya pada saat saya menjadi verifikator, itu masih belum terblokir,” tambah dia.
Saat menjadi verifikator lead ini pula Fakhri mengetahui situs judol mana saja yang akan diblokir per harinya.
“Jadi saya yang merekap hasil temuan itu, saya laporkan ke ketua tim untuk dilakukan pemblokiran, besoknya saya cek, masih ada yang tidak terblokir dari yang saya kirim tersebut. Makanya saya langsung berasumsi, ‘wah berarti sudah ada proses penjagaan’, pada saat itu,” ungkap dia.
Oleh karena itu, Fakhri bertanya kepada rekan kerjanya yang kini juga menjadi terdakwa, yakni Yudha Rahman Setiadi. Sedangkan Yudha membenarkan praktik gelap ini.
Berangkat dari pengalaman ini, Fakhri akhirnya bertemu dengan seorang pegawai Kementerian Kominfo bernama Syarif.
“Diajaklah melakukan proses bisnis ini, saya tergiur di situ, lalu saya melakukan penjagaan, tapi tidak melaporkan ke atasan. Jadi tanpa pengetahuan pimpinan saya pada saat itu, saya bermain di bawah bayang-bayang penjagaan yang sudah ada,” urainya.