
Aditya (28), warga Jagakarsa, Jakarta Selatan, menilai pemerintah semestinya bersikap tegas dan konsisten terhadap kebijakan yang sudah dirancang.
“Ya inti nya pemerintah harus tegas akan kebijakan nya. Karena di situasi sekarang, ekonomi lagi sulit. Satu kebijakan pemerintah yang meringankan rakyat nya, sangat berharga banget” Ujar Aditya kepada Kompas.com, Selasa (3/6/2025).
Aditya menilai, kebijakan diskon listrik semestinya bisa menjadi bentuk perhatian langsung dari pemerintah terhadap kesulitan masyarakat.
“Misal, kalau diskon gajadi 50 persen, berapa persen pun juga lumayan kok. Karena setiap kebijakan pemerintah yang tujuan nya meringankan rakyat nya, itu salah satu bentuk peduli pemerintah kalo menurut gua. Ya semoga kedepan diadakan lagi diskon-diskon kayak begitu,” Kata Aditya.
Hal senada dengan Aditya juga disampaikan oleh Erni (35), pelaku usaha laundry. Ia merasa kecewa bukan hanya karena diskon listrik dibatalkan, tetapi juga merasa diabaikan oleh pemerintah.
“Bukan cuma karena batal, tapi kayak rasanya engga dianggep. Kita ini ga penting. Padahal kita juga masyarakat ikut bayar pajak, kerja. Cuma karena kerja sendiri di rumah, masa enggak dapat apa-apa?” katanya.
Erni berharap pemerintah memberikan perhatian yang lebih merata, terutama kepada warga yang tidak memiliki pekerjaan formal atau menjalankan usaha rumahan.
Menurutnya, mereka juga berjuang bertahan hidup di tengah tekanan ekonomi.
“Sesekali liat kita, yang kerja dari rumah, yang engga punya gedung atau seragam tapi juga cari makan. Bantuan jangan cuma buat yang punya slip gaji. Kita juga butuh,” imbuhnya.
Sebelumnya diberitakan, pemerintah menyampaikan bahwa diskon tarif listrik sebesar 50 persen akan menjadi bagian dari enam stimulus ekonomi yang akan diluncurkan pada 5 Juni 2025.
Namun dalam pengumuman resmi, stimulus tersebut tidak mencakup diskon tarif listrik.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, proses penganggaran diskon tarif listrik lebih lambat dibandingkan program lainnya.
Sebagai gantinya, pemerintah memberikan Bantuan Subsidi Upah (BSU) sebesar Rp 600.000 untuk dua bulan kepada 17,3 juta pekerja berpenghasilan di bawah Rp 3,5 juta.