
Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian mengusulkan, adanya pengecualian untuk SD dan SMP swasta premium yang berbiaya mahal agar tidak ikut digratiskan negara.
Menurutnya, sekolah-sekolah swasta tersebut dapat dikecualikan dalam implementasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 3/PUU-XXIII/2025.
“Menurut pendapat kami, sesungguhnya sekolah-sekolah swasta yang seperti itu seharusnya dipisahkan atau dikecualikan dari aturan ini,” ujar Hetifah dalam program Obrolan News Room Kompas.com, Jumat (30/5/2025).
Menurutnya, tidak semua sekolah swasta ada dalam kategori yang sama. Hetifah mencontohkan, banyak sekolah swasta di banyak daerah yang mengisi kekosongan layanan pendidikan yang terbatas di sekolah negeri.
Namun, terdapat juga sekolah swasta premium yang memang memiliki layanan pendidikan, sarana, dan prasarana di atas rata-rata.
Hal tersebut tentu membuat sekolah swasta premium itu menarik biaya yang lebih mahal dari orang tua siswa.
“Ada sekolah-sekolah swasta yang betul-betul ada karena tidak bisa pemerintah hadir di sana, jadi mereka betul-betul mengisi kekosongan. Tapi ada juga sekolah swasta yang memberikan pelayanan premium atau pelayanan khusus,” ujar Hetifah.
Di samping itu, banyak orang tua yang memang sengaja menyekolahkan anaknya di sekolah swasta premium untuk mendapatkan kualitas pendidikan yang lebih baik.
Karenanya, tidak mungkin jika sekolah-sekolah swasta tersebut juga digratiskan pemerintah dalam implementasi putusan MK Nomor 3/PUU-XXIII/2025.
“Jadi kan itu tidak mungkin (digratiskan),” tegas Hetifah.
Klasifikasi Sekolah Swasta
Hal senada juga disampaikan Wakil Ketua Komisi X DPR My Esti Wijayanti. Ia mengatakan, terdapat banyak sekolah swasta yang memiliki fasilitas lengkap dengan tenaga pengajar yang mahal di Indonesia.
“Kita harus objektif. Ada sekolah swasta yang memang memiliki segmen pasar khusus dan menjalankan misi pendidikan yang lebih kompleks, termasuk dengan tenaga pengajar yang lebih mahal dan fasilitas yang menunjang mutu tinggi,” ujar Esti dalam keterangannya.
Adanya persoalan tersebut, ia mendorong pemerintah untuk menyusun klasifikasi terhadap sekolah swasta mana saja yang akan dibiayai negara.
Ia mengatakan, klasifikasi tersebut penting agar kebijakan pendidikan yang akan diterapkan tepat sasaran dengan mengacu kondisi masing-masing sekolah swasta.
“Jadi perlu ada pemahaman dan kebebasan untuk sekolah-sekolah swasta mandiri. Karena pasti ada sekolah yang tidak bersedia sebab dengan kemandiriannya, mereka mampu menghadirkan harapan sekolah berkualitas,” ujar Esti.
Kendati demikian, pendidikan dasar sembilan tahun harus dirasakan seluruh warga Indonesia, karena merupakan amanat konstitusi.
“Negara memang berkewajiban hadir, terutama bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu yang terpaksa mengakses pendidikan swasta akibat keterbatasan daya tampung sekolah negeri,” ujar politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) itu.