NAGA138 – Alasan Kejagung Golongkan Sritex Korupsi lewat Penyalahgunaan Kredit Bank

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar di Gedung Kejagung, Jakarta, Kamis (15/5/2025).

Lihat Foto

Kejaksaan Agung mengatakan bahwa penggunaan kredit dari sejumlah bank untuk membayar utang atas nama PT Sri Rejeki Isman TBK (Sritex) tetap termasuk dalam tindak pidana korupsi.

“Tetapi, sekiranya pun ini dilakukan untuk pembayaran utang perusahaan, nah ini juga tidak dibenarkan, kenapa? Karena ini tidak sesuai dengan peruntukan,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, saat ditemui di Kejaksaan Agung, Jumat (23/5/2025).

Hal ini dikarenakan alasan pemberian kredit sejak awal disebutkan untuk modal kerja.

Sementara, pembayaran utang tidak termasuk dalam kategori modal kerja, meskipun yang dibayarkan adalah utang atas nama perusahaan.

“Karena di dalam akad atau kontrak pemberian kredit itu sudah disepakati, sudah diperjanjikan bahwa ini dilakukan untuk modal kerja,” lanjut Harli.

Saat ini, penyidik masih mendalami terkait aliran kredit sebesar Rp 692 miliar yang disalahgunakan oleh Iwan Setiawan Lukminto yang saat itu masih menjabat sebagai Direktur Utama Sritex.

Iwan Setiawan yang saat ini sudah berstatus sebagai tersangka disebutkan menggunakan kredit yang diterima Sritex untuk membayar sejumlah utang dan membeli beberapa aset nonproduktif.

Salah satu bentuk aset ini adalah beberapa bidang tanah di Solo, Jawa Tengah, dan Yogyakarta.

Sejauh ini, Kejagung telah menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus korupsi pemberian kredit.

Selain dua pihak bank yang disebutkan, Komisaris Utama Sritex, Iwan Setiawan Lukminto, juga telah ditetapkan sebagai tersangka.

Angka pinjaman dari BJB dan Bank DKI mencapai Rp 692 miliar dan telah ditetapkan sebagai kerugian keuangan negara karena macet pembayaran.

Hingga saat ini, Sritex tidak dapat melakukan pembayaran karena sudah dinyatakan pailit sejak Oktober 2024 lalu.

Namun, berdasarkan konstruksi kasus, Sritex memiliki total kredit macet hingga Rp 3,58 triliun.

Angka ini didapat dari pemberian kredit kepada sejumlah bank daerah dan bank pemerintah lain yang dasar pemberian kreditnya masih ditelusuri oleh penyidik.

Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah (Bank Jateng) diketahui memberikan kredit sebesar Rp 395.663.215.800.

Sementara, Himpunan Bank Negara (Himbara) yang terdiri dari Bank BNI, Bank BRI, dan LPEI juga memberikan kredit dengan total keseluruhan kredit mencapai Rp 2,5 triliun.

Status kedua bank ini masih sebatas saksi, berbeda dengan BJB dan Bank DKI yang sudah ditemukan ada tindakan melawan hukumnya.

Atas tindakannya, para tersangka telah melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Mereka juga langsung ditahan di rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan untuk kebutuhan penyidikan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *