
TNI) dari peran strategisnya.
Keamanan adalah ranah sipil. Penugasan rutin dalam ranah sipil, tanpa konteks kedaruratan, menimbulkan pertanyaan mendasar: apakah negara sedang menyia-nyiakan potensi strategis TNI?
Di tengah gelombang ancaman terhadap kedaulatan negara yang makin tak kasat mata—mulai dari siber, disinformasi, hingga konflik berbasis teknologi—kita justru membutuhkan TNI di garis depan pertahanan masa depan.
Bukan sebagai pengisi kekosongan birokrasi, melainkan sebagai pemimpin dalam arena strategi nasional.
Fungsi keamanan sipil bisa dikelola oleh aparatur sipil dan kepolisian. Yang kita butuhkan dari TNI adalah keunggulan dalam membaca eskalasi ancaman dan membentuk sistem respons yang terpadu untuk pertahanan negara.
Dalam konteks itu, menempatkan TNI sebagai penjaga kantor bukan hanya tak efisien, tetapi juga keliru secara orientasi jangka panjang.
Pentingnya reposisi TNI melalui revisi UU. Bukan semata soal payung hukum, tetapi arah visi pertahanan yang melibatkan TNI secara aktif dalam ranah strategis baru—siber, luar angkasa, dan keamanan digital.
Negara-negara besar tidak lagi menugaskan militernya menjaga pagar institusi sipil. Mereka menugaskannya menjaga arsitektur kedaulatan di medan yang berubah cepat.
TNI memiliki keunggulan struktural: disiplin komando, kecepatan eksekusi, dan daya adaptasi. Sayangnya, keunggulan ini kurang dimanfaatkan dalam konteks ancaman nonkonvensional.
Padahal, dalam lanskap pertahanan modern, hal-hal seperti peretasan infrastruktur, infiltrasi data, dan perang psikologis memerlukan kesiapsiagaan yang bersifat militeristik—tanpa harus mengabaikan supremasi sipil.
Di titik ini, pendekatan klasik dari Samuel Huntington dan Morris Janowitz tentang pemisahan sipil-militer tetap relevan, tapi tak lagi cukup.
Rebecca L. Schiff lewat Concordance Theory menekankan bahwa stabilitas hubungan sipil-militer bukan soal jarak institusional semata, melainkan soal kesepahaman peran.
Dalam dunia yang tak lagi linier, kolaborasi antara militer, elite politik, dan masyarakat sipil justru menjadi fondasi ketahanan nasional.
Sebagaimana telah saya ulas dalam sejumlah tulisan di kolom Kompas.com, peran strategis TNI sangat dibutuhkan dalam menghadapi dinamika ancaman kontemporer, terutama di ruang siber dan informasi.
Indonesia memerlukan struktur pertahanan siber yang kokoh sebagai bagian dari penegakan kedaulatan nasional. Tantangan utamanya: apakah kita siap jika krisis siber berskala nasional benar-benar terjadi?