
Hal ini disampaikan Ojo merespons pemotor yang terkena 61 kali tilang elektronik tanpa notifikasi dengan denda Rp 51 juta di sejumlah ruas jalan Jakarta.
“Beberapa hal penyebab surat tidak sampai yaitu alamat tidak lengkap, pindah alamat, pinjam alamat orang, atau saat surat sampai alamat tidak ada orang yang menerima,” kata Ojo dalam keterangannya, Selasa (29/4/2025).
Sementara itu, menurut Ojo, pemberitahuan melalui pesan WhatsApp tidak sampai karena pemilik tidak mencantumkan nomor ponsel, mencantumkan nomor ponsel milik orang lain, atau memasukkan nomor ponsel secara sembarangan saat registrasi kendaraan.
Dalam kasus pemotor terkena tilang 61 kali, Ojo mengatakan, pengendara tersebut pertama kali melanggar rambu lalu lintas pada Mei 2024.
Saat itu bertepatan dengan masa peralihan Electronic Registration and Identification (ERI) dari tingkat nasional ke ERI Polda Metro Jaya.
Peralihan ini dimaksudkan untuk memindahkan atau menyesuaikan pengelolaan data kendaraan bermotor, yang sebelumnya terpusat di sistem ERI Nasional, ke sistem yang dikelola oleh Polda Metro Jaya.
“Yang bersangkutan beralasan tidak menerima info tentang pelanggaran, baik dari surat konfirmasi atau notifikasi WhatsApp. (Sementara pemberitahuan melalui) WhatsApp mulai awal tahun 2025,” ungkap Ojo.
“Yang bersangkutan tahu ada pelanggaran bisa dari pengecekan sendiri dengan booming-nya ETLE atau dari Samsat, saat mau bayar pajak STNK terblokir,” kata dia lagi.
Ojo menekankan, masyarakat harus benar-benar sadar akan aturan berlalu lintas dan wajib menaatinya dalam kondisi apa pun.
Menurut dia, baik ada ETLE maupun tidak, ada petugas yang menilang atau tidak, pelanggaran tetap tidak boleh dilakukan.
Adapun dalam unggahan yang viral di media sosial, salah satunya di akun Instagram @perspekshit, memperlihatkan tangkapan layar pelanggaran lalu lintas yang terekam sistem tilang ETLE.
“Enggak ada surat yang diantar ke rumah. Pas mau bayar pajak, sudah terblokir karena 61 kali pelanggaran. Menyala ETLE,” bunyi unggahan tersebut.