NAGA138 – Waketum PAN Soroti Potensi Biaya Politik Makin Besar jika Pemilu Nasional dan Daerah Dipisah

Wakil Ketua MPR Eddy Soeparno usai pertemuan dengan Utusan Presiden Bidang Iklim dan Energi, Hashim Djojohadikusumo dan mantan Perdana Menteri (PM) Inggris Tony Blair di Thamrin, Jakarta Pusat pada Selasa (22/4/2025).

Lihat Foto

Eddy Soeparno menyoroti potensi biaya politik yang makin besar setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memisahkan pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) nasional dan daerah mulai 2029.

Lewat putusan tersebut, pemilu nasional hanya untuk memilih anggota DPR, DPD, dan presiden/wakil presiden.

Sedangkan, pemilihan anggota DPRD tingkat provinsi dan kabupaten/kota dilakukan bersamaan dengan pemilihan kepala daerah (Pilkada).

“Bagaimana konsekuensi biaya dengan pelaksanaan terpisah itu juga merupakan satu hal yang sedang kita pertimbangkan,” kata Eddy kepada wartawan, Jumat (27/6/2025).

Di sisi lain, pihaknya mengaku masih mendalami dan mempelajari putusan tersebut, termasuk kemungkinan pencalonan anggota DPR yang tidak bisa bekerja sama dengan calon anggota DPRD karena putusan tersebut.

Sebab biasanya, kata Eddy, calon anggota DPR RI kerap bekerja sama dengan calon anggota DPRD di masa Pemilu.

Ketiadaan kerja sama ini membuat biayanya berpotensi kian membengkak.

“Sehingga biaya akan semakin besar untuk masing-masing anggota. Kita masih mempelajari putusan MK, tapi konsekuensinya adalah jabatan kepala daerah yang dilantik 2024, begitu jatuh tempo 2029, diperpanjang 2 tahun lagi menjadi 2031,” jelas Eddy.

Sebelumnya diberitakan, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk memisahkan pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) nasional dan daerah mulai 2029.

Artinya, pemilu nasional hanya untuk memilih anggota DPR, DPD, dan presiden/wakil presiden.

Sedangkan, pemilihan anggota DPRD tingkat provinsi dan kabupaten/kota dilakukan bersamaan dengan pemilihan kepala daerah (Pilkada).

Wakil Ketua MK Saldi Isra menyampaikan, Mahkamah mempertimbangkan pembentuk undang-undang yang belum melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) sejak Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVII/2019.

Lanjutnya, MK melihat DPR maupun pemerintah sedang mempersiapkan upaya untuk melakukan reformasi terhadap semua undang-undang yang terkait dengan Pemilu.

“Dengan pendirian tersebut, penting bagi Mahkamah untuk menegaskan bahwa semua model penyelenggaraan pemilihan umum, termasuk pemilihan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota yang telah dilaksanakan selama ini tetap konstitusional,” ujar Saldi di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (26/6/2025).

Di samping itu, Saldi menjelaskan, MK tidak bisa menentukan secara spesifik waktu pelaksanaan pemilu nasional dengan daerah.

Namun, MK mengusulkan pilkada dan pileg DPRD dapat digelar paling lama dua tahun enam bulan setelah pelantikan anggota DPR/DPD dan presiden/wakil presiden.

“Menurut Mahkamah, pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, Presiden/Wakil Presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan sejak pelantikan anggota DPR dan anggota DPD atau sejak pelantikan Presiden/Wakil Presiden, dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota DPRD dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota,” ujar Saldi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *