
Hal ini disampaikan oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Kota Tangsel, Deden Deni, menanggapi putusan MK yang dianggap berpotensi dapat mengubah sistem pendidikan di Indonesia.
“Ini masih panjang prosesnya, kita masih menunggu petunjuk teknis dan regulasi dari kementerian dan pemerintah pusat,” ujar Deden saat dihubungi Kompas.com, Kamis (5/6/2025).
Meski demikian, Deden menyebut Pemkot Tangsel telah memiliki pengalaman dalam memberikan bantuan pendidikan, terutama pada jenjang SMP. Program ini telah berjalan sejak 2022 dan melibatkan sekolah swasta sebagai mitra.
Namun, Deden menjelaskan bahwa program tersebut belum bisa diklaim sebagai program sekolah gratis secara penuh karena saat ini masih ada kontribusi biaya dari orang tua siswa.
“Kita tidak klaim sekolah gratis, memang masih ada biaya yang dikeluarkan orangtua,” imbuh dia.
Saat ini, terdapat 92 SMP swasta yang telah bekerja sama dengan Pemkot Tangsel. Program ini bertujuan membantu pembiayaan siswa di sekolah swasta sebagai pelengkap dari sekolah negeri.
“Kita sudah berjalan empat tahun, memberikan subsidi kepada siswa di sekolah swasta yang memenuhi kriteria akreditasi dan standar kualitas,” kata Deden.
Adapun dana untuk program bantuan tersebut berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tangsel.
Sementara untuk jenjang SD, Kota Tangsel memiliki sekitar 157 SD dengan daya tampung yang masih relatif memadai sehingga kebutuhan terkait sekolah swasta lebih bersifat pilihan orangtua.
Sebelumnya diberitakan, MK mengabulkan sebagian gugatan terhadap Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), terutama frasa “wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya”.
Dengan begitu, MK memerintahkan negara untuk menggratiskan pendidikan jenjang SD-SMP.
(MK) menyatakan, Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat.”
Oleh karenanya, keputusannya ini sejalan dengan standar hak asasi manusia (HAM) yang diakui secara internasional.
“Oleh karena itu, hak atas pendidikan mencerminkan prinsip universalitas dan non-diskriminasi dalam pemenuhan hak asasi manusia, sebagaimana diatur dalam berbagai konvensi internasional, termasuk Pasal 26 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) 1948,” tulis dokumen putusan nomor 3/PUU-XXII/2024.